AKU PENGEN SEKOLAH MAK'
By soeara massa - Senin, 06 Mei 2013
Sore itu, sembari Mak’
mengusap-usap kepala Ipah dan menikmati sore hari yang panas di tempat tidur
yang hanya beralaskan tikar usang. Terlontar permintaan mulia dari anak yang
sangat dicintainya. “Mak’, Ipah mau sekolah lagi biar pinter, agar hidup
kita tidak susah melulu” Ipah berkata kepada Ibunya.
“Iya nak, yang sabar yah, uang dari Mak ma Bapak ga cukup buat bayar biaya sekolah kamu. Mak’ ma Bapak akan berusaha lebih keras untuk mendapatkan uang untuk membayar biaya sekolah kamu”, jawab ibunya dengan mata yang agak berkaca-kaca. “Sampe kapan kita Mak’ harus bersabar dan nunggu kesempatan itu datang?”
Dengan siang yang panas dan udara
yang kering di daerah Cengkareng, memecah kebisingan yang menemani perbincangan
Ipah dan Mak’.“Mak’ kenapa nasib keluarga kita seperti ini?” Ipah
bertanya pada Mak’ dengan suara yang agak pelan. “Yah, kamu liat aja
pekerjaan Mak’ dan Bapak’ kamu ini? Mak’ hanya jadi pedagang asongan di Rawa
Bambu, sedangkan bapakmu hanya jadi buruh lepasan di pabrik.Sehari aja,
pendapatan Mak’ dan Bapak kamu ini hanya Rp 20.000”, Mak’ menjawab
pertanyaan Ipah dengan nada yang agak hati-hati. “Terus, kenapa Mak’ ma
Bapak bisa pindah ke Cengkarang dari kampong mbah di Pandeglang?”Ipah
menjadi bertanya dengan mimik penasaran. “Mak’ ma Bapak sebenarnya terpaksa
pindah dari Pandeglang ke Cengkareng karena Bapak ma Mak’ ga punya tanah dan
kehidupan kita saat itu sangat tidak menentu”.Mak’ menjawab dengan wajah
yang tegas. “Lalu, Mak’ ko mau pindah ke Cengkareng?” Ipah kembali
bertanya kepada Mak’. “Huft” (Mak’ menghela nafas), itu semua karena
Mak’ ma Bapak pikir dan berharap dengan pindah ke Cengkareng untuk memperbaiki
nasib keluarga. Tapi, apa boleh buat, Mak’ dan Bapak hanya lulusan SMP”. “Ooooo”,
Ipah berpikir sejenak untuk mencerna jawaban dari Mak’. Mak pun beranjak dari
tikar tempat dan berhenti mengusap-usap kepala Ipah.
“Pah, Mak’ mau ngangkatin jemuran
dulu yak, kayanya langit diluar sana mendung”, tukas
Mak’ kepada Ipah. Ipah beralih dari tempat tidurnya untuk melihat-lihat buku
sekolahnya (SD) yang sudah lama ia tak gunakan karena tidak mampu melanjutkan
ketingkat SMP.15 menit pun berlalu, Mak’ sudah selesai dengan pekerjaannya dan
Ipah masih memandangi buku-buku sekolahnya. Mak’ melihat Ipah memegang dan
memandangi buku-bukunya waktu Ipah SD, Mak’ menghampiri Ipah dengan mendekap
cukup erat Ipah dari belakang dan Mak’ berkata “maafkan Mak’ dan Bapak ya,
Pah. Maaf, karena Mak’ dan Bapak tidak bisa jadi orang tua yang dapat
membahagiakan Ipah”. Ipah pun menjawab-nya dengan pertanyaan kepada Mak’, ”kenapa
harus Mak’ dan Bapak yang minta maaf kepada Ipah?”. Mak’ pun tidak dapat
menjawab pertanyaan dari Ipah. Ipah kembali menimpali pertanyaan kedua kepada
Ibunya, “Mak’ waktu Ipah masih sekolah, kata ibu guru Ipah, kita Indonesia
adalah negara yang kaya raya, negara yang banyak sumber daya alamnya, negara
yang tanahnya salah satu paling subur di dunia, tapi, kenapa banyak orang di
sekitar rumah kita nasibnya kaya kita? Apakah orang-orang Indonesia yang ada di
luar pulau Jawa juga bernasib dengan kita?”, Mak’, kembali tidak menjawab
pertanyaan Ipah, Mak’ hanya memeluk erat Ipah, pelukannya yang begitu erat pada
Ipah hingga detak jantung Mak’ dapat dirasakan oleh Ipah. “Mak’ apakah nasib
Ipah akan sama di masa depan?”, Ipah bertanya kembali kepada Mak’.
“Pah, mungkin kamu belum mengerti dengan jawaban Mak’ ini. Tapi Mak’ harap,
Ipah besok kalau sudah besar jangan lupa menuntut hak Ipah sebagai warga negara
kepada penguasa negeri ini. Mak’ pun bersama serikat pedagang asongan juga
melakukan hal yang serupa, menuntut kepada pemerintah agar mereka tidak lagi
mengusir-usir lagi saat jualan”, Mak, menasehati Ipah.
Ipah membayangkan jawaban dari Mak’. “Terus, Bapak juga melakukan apa
yang Mak’ lakukan?” Ipah bertanya kepada Mak’. “Ya, anakku Ipah, Bapak
juga ikut dalam Gabungan Serikat Buruh Pandeglang untuk menuntut Upah
yang layak kepada pen-guasa. Walau demikian, yang perlu Ipah ingat adalah apa
yang Mak’ dan Bapak lakukan bukanlah hal yang dapat dilaksana-kan dengan mudah
seperti membalikkan telapak tangan. Itu semua butuh usaha dan niat yang tulus
dari kita untuk mengubah nasib kita yang lebih baik”, imbuh Mak’ kepada
Ipah.
“Mak’ ma Bapak mengeluh?” Ipah
bertanya kepada Mak’. “Tidak anakku, Mak’ tidak mengeluh atas nasib yang
kita jalani saat ini, tapi Mak’ dan Bapak hanya ingin hak-hak orang-orang kaya Mak’
dan Bapak ini diperhatikan dan dilindungi oleh pemerintah. Dan Mak dan Bapak
berharap untuk minta tanggung jawab kepada penguasa negeri ini atas yang
dialami oleh rakyat Indonesia tercinta”, tandas Mak’ kepada Ipah. “Memangnya,
banyak yang orang Indonesia yang nasibnya kaya kita?”, sahut Ipah. “Iya
wahai anakku tercinta.Banyak sekali orang-orang diluar sana yang nasibnya sama
dengan kita bahkan ada yang lebih parah dari kita. Untuk itulah alasan Mak’ dan
Bapak untuk meminta kepada penguasa atas pekerjaan yang layak agar penghidupan
menjadi sejahtera. Dan Mak’ ma Bapak juga berharap Ipah dapat sekolah untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan yang dapat diabdikan kepada rakyat bukan untuk
penguasa yang zalim, serta tidak hanya untuk mencari kesenangan duniawi semata”,
Mak’ menjawab. Ipah pun kebingungan dengan apa yang dikatakan oleh Mak’, tapi
dalam hati kecil Ipah, apa yangdikatakan Mak’ adalah hal yang harus ia ketahui
lebih banyak.
Hujan pun tu-run mengguyur bumi Cengkareng, dengan harapan rumahnya tidak bocor
dan kebanjiran lagi. Dan Bapaknya Ipah pun tiba di rumah dengan baju yang agak
basah dibagian pundaknya karena hujan. Ipah berlari menuju kursi di depannya
dan berteriak, “Selamat datang wahai pejuang-ku, Bapak jangan menyerah yak,
dengan apa yang Bapak lakukan saat ini. Ipah pasti mendukung Mak’ dan Bapak,
semangat !!”. Ipah yang berteriak dengan lantang dan tegas di atas kursi
yang sudah agak reot untuk mengucapkan hal tersebut kepada Mak’ dan Bapaknya.
Dan teriakkan Ipah tersebut membuat Bapak sempat terperangah, tapi Mak’
langsung memeluk Bapak dan berkata disela-sela telinga Bapak,”itu anak kita,
anak zaman yang dilahirkan dari kesengsaraan yang diakibatkan oleh penguasa
negeri ini”. Bapak pun tersenyum melihat Ipah dan mengajak Ipah untuk makan
malam bersama dengan sayur lodeh sisa jatah makan siangnya di Pabrik tempat
Bapak bekerja sebagai buruh lepas.
Follow our blog on Twitter, become a fan on Facebook. Stay updated via RSS

0 komentar for "AKU PENGEN SEKOLAH MAK'"